Urusan Hukum Kepala Daerah, Pemerintah Tak Ikut Campur

By Admin

nusakini.com--Maraknya kepala daerah yang kena operasi tangkap tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), membuat Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo prihatin dan terpukul. Tapi pemerintah sendiri, dalam hal ini Kementerian Dalam Negeri, tidak akan ikut campur urusan hukum yang menjerat kepala daerah. Itu ranah penegak hukum. Ia sebagai Mendagri, urusannya memastikan roda dan pelayanan pemerintahan tidak terganggu. 

"Jadi urusan hukum kami gabisa ikut campur, "kata Tjahjo, saat dicegat wartawan usai bertemu dengan ketua panitia Asian Games, Erick Thohir di kantor Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Kamis (15/2). 

Kepada para kepala daerah yang sekarang sedang dirundung kasus hukum, Tjahjo minta agar kooperatif. Ia sendiri sebagai Mendagri, terus memantau perkembangan. Intinya, jangan sampai di daerah yang kepala daerahnya kena kasus, terjadi kekosongan pemerintahan. 

"Kami hanya bisa menghimbau supaya kooperatif kalau ada kekosongan pemerintahan segera kami isi," katanya. Terkait kepala daerah yang kena OTT, lanjut Tjahjo, biasanya akan langsung ditahan. Meski begitu, asas praduga tak bersalah harus tetap dikedepankan. Jika ditahan, tentu akan segera diangkat Plt untuk mengisi kekosongan. Kalau kepala daerah yang kena, misalnya bupati, maka wakilnya yang akan ditunjuk jadi Plt. Itu pun dengan catatan, wakil kepala daerah juga tak terlibat. 

"Gini ya kalau OTT kebanyakan kan ditahan walaupun asas praduga tidak bersalah (dikedepankan), berarti kan kepala daerah yang bersangkutan tak mampu melaksanakan tugas sehari hari, maka kami tunjuk Plt-nya. Kalau wakilnya tidak terlibat, wakilnya sebagai gantinya tapi kalau tidak ditahan tetap berprinsip asas praduga tidak bersalah, sampai berkekuatan hukum tetap dan bagaimana proses penyidikan yang ada di KPK," tuturnya. 

Tjahjo pun kembali mengingatkan, agar area rawan korupsi dipahami. Tidak hanya untuk kepala daerah, tapi untuk semua aparatur, termasuk dirinya. Kepala daerah dan wakilnya, tidak perlu diajari. Mereka pasti paham dan tahu, mana saja area yang rawan korupsi. Regulasi pun sudah jelas. Kepala daerah pasti sudah tahu. "Enggak mungkin kita menggurui, kan kepala daerah tentu tahu regulasi, tahu aturan dan mekanisme," ujarnya. 

Sekarang, kata Tjahjo, adalah tahun politik. Tahun konsolidasi demokrasi. Ada dua agenda besar di tahun ini, yakni Pilkada serentak dan tahapan pemilu serta Pilpres serentak 2019. Ini momentum bagi warga di daerah memilih pemimpin yang amanah. Tjahjo berharap, konsolidasi demokrasi ini tidak dicemari oleh tindakan politik kotor, seperti politik uang dan politisasi SARA. Baginya, itu racun demokrasi. Racun yang tak hanya akan merusak peradaban, tapi juga bakal merubuhkan sendi-sendi kehidupan kenegaraan. 

"Mari kita harus melawan yang namanya politik uang, kampanye yang berujar kebencian, dan sebagainya," ujarnya. 

Tjahjo juga sempat ditanya soal kasus ijasah calon kepala daerah yang bermasalah. Menurut Tjahjo, urusan pencalonan dan tahapan Pilkada, adalah ranah penyelenggara, yakni KPU Daerah. Pengawasannya itu kewenangan Bawaslu atau Panwas. Pemerintah sendiri, dalam posisi sebagai pihak yang mendukung suksesnya Pilkada. Memfasilitasi kelancaran pesta demokrasi. 

"Tugas pemerintah adalah pendampingan, penganggaran mendukung fasilitas yang ada. Kepolisian mendukung keamanan di back up TNI dan BIN," katanya. (p/ab)